Gas “Kohe� Dinilai Lebih Aman dari Elpji
Pikiran Rakyat – Pengguna sumber energi minya bumi saat ini sebanyak 48 persen. Padahal cadangan energi minya bumi saat ini diperkirakan hanya mampu bertahan hingga 20 tahun yang akan dating. Sementara itu, gas bumi tersisa untuk 60 tahun, sedangkan batu bara akan habis dalam kurun waktu 100 tahun lagi. Perkiraan waktu tersebut akan lebih cepat apabila pengguna energi tersebut bergantung dan boros dalam pemakaiannya.
Penggunaan sumber energi terbarukan menjadi alternatif terbaik di tengah krisis energi yang melanda dunia saat ini. Biogas, biomassa padat, panas bumi, biofuel, tenaga surya, tenaga angina, dan tenaga samudera (arus, gelombang) merupakan salah satu bentuk energi terbarukan itu.
Seperti dikatakan Ratna Ariati, Direkur Energi Terbarukan dan Konservasi Energi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, biogas adalah salah satu energi terbarukan yang telah memasyarakat. Dia ditemui di sela-sela kegiatan peluncuran “8.000 Biogas Rumah untuk Enam Provinsi� di kediaman Dedi Setiadi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU), Jl. Kol Matsuri, Kp. Pamecelan, Desa Sukajaya, Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat, Kamis (3/12).
Menurut Ratna, penggunaan kotoran hewan (kohe) ternak untuk menghasilkan gas (biogas) cocok dikembangkan di wilayah sentra peternakan sapi seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Sementara itu, untuk daerah perkotaan, kotoran manusia sudah mulai digunakan sebagai penghasil biogas. Hal itu telah diterapkan sebagian warga di Jakarta. Ratna menuturkan, beralihnya penggunaan energi pada sumber energi terbarukan itu diharapkan akan tercapai pada tahun 2025 sesuai dengan target pemerintah.
Untuk biogas dari kohe, teknisi biogas Teja Harjaya menuturkan, gas yang dihasilkan dari kohe terbukti lebih aman dibandingkan dengan gas elpiji karena struktur kimia yang berbeda. Meskipun elpiji mempunyai daya bakar lebih kuat, tetapi justru lebih berbahaya karena mudah tersulut api. Biogas dinilai lebih aman karena tekanannya lebih rendah.
Dia menjelaskan, untuk mendapatkan energi itu, khususnya penduduk di desa yang memiliki ternak sapi, akan lebih mudah dan murah. (Novianti Nurulillah/-“PR�)***
(Sumber: Pikiran Rakyat, 4 Desember 2009, halaman 17)