Tak ada listrik, nonton di laptop pun jadi!
Minggu pagi, 5 Februari 2011, sekelompok lelaki terlihat tengah berkerumun di areal perkebunan; sebagian lelaki duduk melingkar di depan sebuah laptop, yang lainnya berdiri agak berjongkok di belakang mereka. Rupanya mereka tengah serius memperhatikan animasi pengolahan kotoran hewan (kohe) menjadi gas rumah tangga yang difilmkan oleh BIRU – Biogas Rumah; sebuah program kerjasama Indonesia – Belanda yang dilaksanakan Hivos melalui kemitraan dengan lembaga lokal.
”Nggak apa-apa Bu, kami tonton di laptop aja ramai-ramai…tidak perlu pasang layarnya” teriak para bapak itu. Meski tanpa fasilitas listrik dan piranti elektronik yang maksimal, film BIRU pun tetap bisa diputar.
Tak dipungkiri, media audio visual sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Setelah penjelasan verbal diberikan, para peserta menjadi lebih paham, terutama tentang proses pembentukan biogas setelah menonton film BIRU;� bentuk reaktor BIRU dan cara kerjanya terekam dalam ingatan.
Kali ini, staf BIRU dan mitra lokal Yayasan Manikaya Kauci memberikan sosialisasi tentang lebih terinci tentang BIRU, terutama tentang subsidi dan mekanisme pembangunannya kepada para anggota Kelompok Ternak Kelaan, Desa Bonyoh, Kecamatan Kintamani, Bangli. Sosialisasi ini dilakukan atas permintaan Kepala Desa Bonyoh; salah satu kepala desa yang hadir saat kegiatan sosialisasi lalu di Kantor Camat Kintamani yang dihadiri 30 Kepala Desa dari 48 desa yang ada di kecamatan tersebut.
Film BIRU sukses membangkitkan antusiasme peserta. Berbagai pertanyaan dan komentar dilontarkan setelah film selesai diputar; termasuk kekaguman akan proses hidrolis yang terjadi di dalam digester BIRU ketika fermentasi kohe tengah berlangsung. Bahkan, ada yang langsung menyatakan keinginannya memiliki reaktor BIRU.
”Saya masih menunggu turunnya KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang sudah saya ajukan ke BRI” ucap Pak Puspa, salah satu peternak potensial di desa tersebut ketika mengutarakan keinginannya untuk memiliki gas BIRU. Rupanya kendala biaya menjadi hambatan terbesar baginya.
Perbekel Bonyoh, Bapak I Nengah Buda, membantu meyakinkan warganya akan manfaat Program BIRU. Perbekel adalah sebutan untuk Kepala Desa di Bali. Meski bisa menangkap antusiasme warganya, beliaupun mengakui bahwa biaya investasi untuk memiliki reaktor BIRU masih menjadi kendala utama.
Meski demikian, beliau terus berusaha meyakinkan warga bahwa investasi yang mereka keluarkan tidak akan sia-sia hingga 15 sampai 25 tahun ke depan.
”Saya mau mengantarkan ke desa tetangga yang sudah memiliki reaktor BIRU, jika dari Bapak-Bapak ada yang menginginkan bukti nyata dari gas BIRU ini, dan juga saya siap menjadi mediator jika ada yang hendak mendaftarkan diri untuk mendapatkan reaktor BIRU” tegasnya
Hingga Februari 2011, program BIRU di Bali bersama para mitranya telah membangun 58 unit reaktor BIRU, Program ini mencanangkan target pembangunan 8.000 reaktor BIRU hingga akhir tahun 2012 di wilayah Indonesia.
(Ming/BPO Bali)