Program BIRU dukung kemandirian energi di Bali
Demi tercapainya kemandirian energi di provinsi Bali, program Biogas Rumah (BIRU) bersama-sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyelenggarakan lokakarya evaluasi implementasi di Hotel Inna Sindhu Bali, Kamis, 28 Juli 2011. Lokakarya ini akan dihadiri oleh dinas pemerintahan terkait dari pusat, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua, sejumlah lembaga penyedia kredit dan pihak swasta.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Maritje Hutapea menyatakan, ”Melalui lokakarya ini, kemajuan implementasi Program BIRU akan dievaluasi terutama untuk melihat sejauh mana dampak biogas tersebut dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Selain itu, berbagai masalah teknis akan dievaluasi apakah teknologi tersebut sudah sesuai dan tepat guna, terutama dalam kehandalan alat, kemudahan sistem operasi dan pemeliharaan. Lokakarya ini juga dimanfaatkan sebagai forum sosialisasi kepada pemerintah daerah lain untuk mereplikasi reaktor biogas ini di daerahnya masing-masing.”
”Pengembangan sektor biogas yang berkelanjutan di Indonesia membutuhkan sinergi yang kuat antara lembaga pemerintah di bidang energi baru terbarukan dan para pihak yang aktif dalam melaksanakan Program BIRU di setiap tingkat. Hal tersebut memungkinkan Program BIRU untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan keuntungan dari reaktor biogas yang berkualitas tinggi.” jelas Manajer Program BIRU dari Hivos, Robert de Groot.
Dalam lokakarya ini akan disampaikan kemajuan program serta tantangan yang dihadapi selama proses implementasi. Masukan dan tanggapan dari para pemangku kepentingan terkait juga akan digalang untuk kemajuan program di masa datang.
Program BIRU adalah program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. Dimulai pada Mei 2009, program BIRU diimplementasikan oleh Hivos, sebuah lembaga kemanusiaan untuk kerjasama pembangunan yang berbasis di Belanda, bermitra dengan Kementerian ESDM Republik Indonesa melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE).
Lanjut de Groot, ”kepercayaan dan dukungan dari ESDM terhadap Program BIRU membuka peluang dalam menyebarluaskan biogas di daerah. Penerimaan terhadap Program BIRU di semua daerah sampai saat ini sangat baik. Program BIRU sangat terbantu dengan dukungan yang telah diberikan sehingga dapat meningkatkan minat dan pembangunan biogas di kalangan peternak.”
Melalui program BIRU, Hivos memberikan subsidi senilai 2 juta rupiah per reaktor yang berupa peralatan, bukan berupa uang tunai. Hutapea menjelaskan, ”Kami sangat menyambut baik pelaksanaan Program BIRU ini dan berharap pengembangan biogas di Indonesia dapat menerapkan mekanisme seperti yang dilakukan Program BIRU, bukan lagi hibah seperti yang dilakukan melalui pendanaan APBN selama ini. Mekanisme yang dilakukan Program BIRU akan menciptakan rasa kepemilikan yang kuat dari masyarakat.”
BIRU dalam pelaksanaan programnya bekerjasama dengan sejumlah organisasi lokal seperti LSM, koperasi, maupun pihak swasta lainnya yang berperan sebagai mitra pembangun. Di Bali, program ini menggandeng lima mitra pembangun yaitu Yayasan BOA, Yayasan Manikaya Kauci, Yayasa IDEP, Yayasan Sunari, dan CV Mitra Usaha Mandiri.
BIRU juga sedang menjajagi kemitraan dengan lembaga keuangan mikro untuk penyediaan kredit berbunga rendah bagi masyarakat calon pengguna BIRU.
Hingga Juni 2011, program BIRU telah membangun 3.143 unit reaktor biogas rumah yang tersebar di tujuh provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah & DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Sulawesi Selatan dan Sumba. Di Bali sendiri, terdapat 96 unit reaktor biogas rumah tangga di tujuh kabupaten yaitu Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, dan Klungkung. Program ini menargetkan untuk membangun 8.000 unit reaktor pada akhir tahun 2012.