Indonesia Berharap Belanda Lanjutkan Program Biogas Rumah
Lombok Barat, NTB, 12/6 (ANTARA) – Pemerintah Indonesia berharap Pemerintah Belanda melanjutkan bantuan program Biogas Rumah (Biru) yang diimplementasi di delapan provinsi, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB), karena program itu diyakni merangsang perbaikan kualitas hidup masyarakat.
“Kami berharap ada perpanjangan waktu pelaksanaan program Biru, misalnya setahun lagi,” kata Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maritje Hutapea, saat membuka “Workshop” Program Biogas Rumah (Biru), di Hotel Jayakarta, Sengggigi, Kabupaten Lombok Barat, Selasa. Â
“Workshop” itu, juga dihadiri Manajer Program BIRU dari Hivos Belanda yakni Robert de Groot, Koordinator Program Biru Provinsi NTB dan Bali I G Suarja, dan Umar selaku Asisten Koordinator Program Biru wilayah Lombok.
Ketiganya bertindak sebagai narasumber dalam “workshop” yang menekankan pendampingan implementasi program Biru di wilayah NTB itu. “Workshop” itu juga merupakan momentum evaluasi dan pembentukan tim pendampingan implementasi program Biru di wilayah NTB.
Maritje mengatakan, program Biru merupakan program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Belanda, yang dimulai sejak Mei 2009. Pemerintah Belanda mempercayakan Hivos selaku lembaga kemanusiaan untuk kerja sama pembangunan yang berbasis di Belanda, guna mengimplementasikan Program Biru di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di NTB. Hivos kemudian bermitra dengan Kementerian ESDM Republik Indonesa melalui DJEBTKE.
“Program Biru canangkan selama tiga tahun yakni 2010-2012, dan cukup berhasil sehingga perlu diperpanjang, misalnya setahun lagi, Pak Robert,” kata Maritje sambil melihat ke posisi duduk Manajer Program BIRU dari Hivos Belanda yakni Robert de Groot. Menurut Maritje, program Biru yang diimplementasikan selama tiga tahun di delapan provinsi di Indonesia itu, menganut pola pendanaan bersama (co-sharing), antar pemerintah provinsi, Hivos dan masyarakat sasaran program biru.
Pemerintah provinsi berkontribusi sebesar Rp3 juta, Hivos sebesar Rp2 juta dan masyarakat Rp1 juta. Kontribusi pemerintah provinsi untuk penyediaan bahan, dukungan dana Hivos untuk pekerjaan konstruksi dan bahan, serta bebas masyarakat berupa penyediaan pasir dan tukang. “Kalau Pemerintah Belanda tidak lagi melanjutkan program Biru itu, maka Kementerian ESDM yang mengupayakan pola baru, karena diyakini program biru dapat meningkatkan kualitas hidup dan lingkungan,” ujarnya. Maritje menambahkan, ke depan program Biru dapat menjadi penunjang program konversi bahan bakar minyak ke gas, karena konversi elpiji tidak mencakup seluruh wilayah pedesaan atau perbatasan desa dan kota.
Program biru sebagai bagian dari pemanfaatan energi baru dan terbaharukan diupayakan mencakup 25 persen kebutuhan energi berkelanjutan. “Program Biru harus bisa terus berlanjut, sehingga sejak dini pelru dipikirkan pendanaannya, dan komitmen pihak-pihak terkait dalam penyediaan energi baru terbaharukan, terutama di kawasan pedesaan,” ujarnya.
Data versi DJEBTKE Kementerian ESDM, pencapaian pembangunan reaktor biogas dalam program Biru di delapan provinsi di Indonesia, sampai Mei 2012 telah menghasilkan 5.251unit, dari target sebanyak 8.000 unit diakhir 2012. Rinciannya, Jawa Barat sebanyak 484 unit, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak 449 unit, Jawa Timur 3.797 unit, Bali 230 unit, Lombok 205 unit, Sulawesi Selatan 46 unit dan Sumatera Barat sebanyak 40 unit. (*)
Sumber: http://www.antaramataram.com/