Kurangi Emisi dan Wujudkan Ketahanan Energi Melalui Biogas Rumah (Bagian 2 – Habis)
beritabali.com – Koordinator Pengembangan Program Biogas Rumah
Tangga (BIRU) Bali I Gde Suarja mengungkapkan pemanfaatan biogas di
Indonesia hingga kini belum optimal. Buktinya hingga saat ini baru
sekitar 15.000 rumah tangga di Indonesia yang memanfaatkan energi biogas
untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dengan jumlah usaha ternak yang
cukup besar di Indonesia paling tindak seharusnya jumlah pengguna biogas
di Indonesia mencapai jutaan rumah tangga.
Gde Suarja mengatakan
belum optimalnya pemanfaatan biogas oleh rumah tangga selama ini karena
program pengembangan pemanfaatan energi biogas yang dilakukan pemerintah
hanya bersifat proyek percontohan. “Seharusnya pengembangan pemanfaatan
biogas dilakukan melalui program kemitraan dengan masyarakat,” kata Gde
Suarja.
Menurut Gde Suarja, belum optimalnya pemanfaatan biogas
menyebabkan banyaknya kasus pembuangan kotoran ternak ke saluran
perairan, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.
“Makanya
konsep kami bukan semata-mata energinya tetapi bagaimana mengolah limbah
menjadi berkah, berkahnya apa? Satu secara energi mendapatkan gas yang
ramah lingkungan, dari sisi pertaniannya 50 persen dari biogas ini
manfaatnya untuk pupuk organik sehingga dua hal itu bisa di jawab,�
tegasnya.
Ia menyebutkan hingga akhir Mei 2013, sudah lebih dari
430 rumah tangga di Bali telah memanfaatkan biogas dan pupuk organik
hasil olahan limbah ternak mereka melalui Program BIRU. Rumah tangga
pemanfaat program BIRU tersebut tersebar di sekitar 39 kecamatan di 9
kabupaten/kota di Bali ini.
Program BIRU dilaksanakan oleh Yayasan
Rumah Energi. Program ini adalah program kerjasama antara Pemerintah
Indonesia dan Belanda. Dimulai pada Mei 2009, program BIRU dirintis oleh
Hivos, sebuah lembaga kemanusiaan untuk kerja sama pembangunan yang
berbasis di Belanda, bermitra dengan Kementerian ESDM Republik Indonesa
melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi (DJEBTKE).
Melalui program BIRU, para peternak yang
berminat akan memberikan subsidi senilai Rp. 2 juta per reaktor yang
berupa peralatan dan pendampingan (after sales service), bukan
berupa uang tunai. Pelatihan perawatan reaktor BIRU dan pengolahan ampas
menjadi pupuk organik juga akan diberikan oleh Program BIRU ini.
BIRU
dalam pelaksanaan programnya bermitra dengan sejumlah organisasi lokal
seperti LSM, koperasi, maupun pihak swasta lainnya yang berperan sebagai
mitra pembangun. Di Bali, program ini menggandeng 7 mitra pembangun
yaitu Yayasan BOA, Yayasan Manikaya Kauci, Yayasa IDEP, Koperasi MUK dan
Kelompok Tukang yang berbasis di Klungkung, bernama Masons Group Abadi
dan Dewata, serta Yayasan Padma Bhakti Pertiwi. BIRU juga sedang
menjajagi kemitraan dengan lembaga keuangan mikro untuk penyediaan
kredit berbunga rendah bagi masyarakat calon pengguna BIRU yang memiliki
keterbatasan dalam berswadaya.
Program ini menargetkan untuk
membangun 10.000 unit reaktor hingga akhir tahun 2013 di beberapa
provinsi potensi di Indonesia. Hingga kini, BIRU telah terbangun 9.030
unit yang tersebar di 8 Provinsi Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah & DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Lampung, dan Sulawesi
Selatan.
Sedangkan Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali Ir. Putu Agus Budiana, M.Si mengakui
pemanfaatan biogas masih minim karena masyarakat masih berpikir praktis,
sehingga cenderung untuk memilih menggunakan elpiji. Pemerintah
provinsi Bali sendiri kini mulai mengembangkan pemanfaatan biogas
melalui program sistem pertanian terintegrasi (simantri).
“Simantri
otomatis itu mengadopsi biogas tetapi kalau tidak salah ini dalam
bentuk paket, kalau simantri itu sudah ada paketnya, kita inginkan masuk
kesana, jadi suatu program harus di dukung oleh berbagai pihak�ungkap
Ir. Putu Agus Budiana, M.Si.
Simantri merupakan sebuah program
yang mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor
pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi
masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal
yang ada. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada
usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F (food, feed, fertilizer dan fuel).
Kegiatan utama adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan
ternak, dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan
pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (feces, urine) diolah menjadi
bio gas, bio urine, pupuk organik dan bio pestisida.
Budhiana
mengakui pemanfaatan biogas dalam kelompok Simantri selama ini belum
optimal, mengingat letak rumah anggota kelompok berjauhan. Dengan letak
rumah yang berjauhan menyebabkan hanya beberapa anggota kelompok yang
dapat menikmati manfaat biogas. Berbeda dengan konsep BIRU, yang
istalasi biogasnya tersedia di setiap. “Yang terpenting ada upaya dulu
untuk memanfaatkan energi ramah lingkungan dan sejalan dengan upaya
pengurangan emisi. Kan target pemerintah tahun 2025, 25 persen
pemanfaatan energy berasal dari energi terbarukan,� ujarnya.
Berdasarkan
data Dinas Pertanian Bali hingga April 2013 jumlah gabungan kelompok
tani (gapoktan) yang menjadi bagian dari Simantri mencapai 400 kelompok.
Dimana setiap kelompok memiliki satu instalasi biogas. Ditargetkan
terdapat 1000 simantri di Bali untuk menjadikan pulau Bali sebagai Pulau
Organik dan sekaligus mewujudkan green province. (mlt)
(Sumber: https://www.beritabali.com/read/2013/07/29/201307290009/caricature.php?i=12)