Reaktor Biogas dan Pertanian Terintegrasi adalah Wujud Nyata Cinta Petani kepada Bumi
Sepertinya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa setiap tanggal 22 April kita memperingati Hari Bumi. Hari Bumi merupakan pengingat bagi kita, bahwa kita harus menyelamatkan lingkungan alam kita, mencintai bumi kita, karena bumi telah sangat baik pada kita, memberi kita tempat berpijak dan tempat hidup. Sebaliknya, manusia dengan sengaja atau tidak disengaja, sedikit demi sedikit ikut berkontribusi bagi kerusakan alam, pencemaran lingkungan, kerusakan ekosistem, pemborosan energi, dan perbuatan lain yang menandakan bahwa kita tidak mencintai bumi kita.
Suhu bumi yang semakin panas, cuaca yang tidak menentu, curah hujan dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi, musim kemarau yang berkepanjangan, dan lain-lain adalah tanda-tanda bahwa lingkungan alam dan bumi kita sudah mulai rusak dan terganggu kestabilannya. Banjir, tanah longsor, gagal panen dan lain-lain adalah akibat lebih lanjut dari kondisi tadi. Apakah kita nyaman hidup dalam kondisi seperti ini? Dan apakah kita akan membiarkan saja hal ini terjadi dan berlangsung selamanya?
Tentu saja tidak! Mari kita sadari bersama, bahwa lingkungan alam dan bumi kita, harus kita selamatkan. Kita harus hidup sehat, hidup bersih dan seimbang, dan hidup bermartabat. Bumi ini merupakan warisan terbesar buat anak cucu kita kelak, mari kita wariskan dengan rasa bangga. Ini merupakan wujud rasa bersyukur kita pada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa bumi dan alam telah begitu baik memberi kita kehidupan dan kebahagiaan di dunia ini.
Apakah kita tidak malu pada petani, yang sudah melakukan gerakan nyata untuk menyelamatkan bumi kita? Banyak petani yang sudah sadar untuk memperbaiki lingkungan alam, sawah dan ladangnya. Para petani tinggal di desa, tetapi punya pemikiran yang maju. Mereka ingin mewariskan bumi dan isinya untuk anak cucu mereka kelak.
Dan berbicara tentang bumi, tentu menyangkut alam semesta dan seluruh isi yang terkandung di dalamnya. Bagi saya pribadi, kesadaran untuk lebih mencintai bumi justru saya dapatkan dari para petani. Selama ini usaha untuk mencintai lingkungan yang sudah banyak dan umum dilakukan salah satunya adalah gerakan menanam pohon, hemat listrik (hemat energi) dan membuang sampah pada tempatnya. Terlebih jika sudah sadar telah memisahkan sampah organik dengan anorganik. Biasanya sekedar itu. Tetapi belum sampai pada berpikir lebih mendalam mengenai bagaimana memperbaiki ekosistem, ekologi, hidup sehat dan seimbang, serta memikirkan warisan untuk anak cucu kita.
Program BIRU (Biogas Rumah) adalah program dari Yayasan Rumah Energi, untuk para petani. Program BIRU, sangat berkaitan erat dengan para petani dan peternak. Mayoritas penerima manfaat adalah petani dan peternak yang hidup di daerah pedesaan. Diharapkan dari para petani dan peternak ini, akan ada wujud nyata yang bisa dicontoh, bahwa sudah ada kesadaran dari masyarakat, bahwa bumi dan lingkungan alam sudah terganggu kelestariannya, dan bahwa ada usaha untuk memperbaikinya.
Jika kita mendengar kata “petani”, apa yang pertama kali terpikirkan? Pasti kegiatan menanam pohon. Ya, petani menanam pohon. Tentu saja, karena kegiatan pertanian berkaitan dengan budi daya tanaman. Petani akan menanam padi, jagung, singkong, sayuran, buah dan lain sebagainya tergantung kondisi atau kebutuhan (ada jenis tanaman musiman dan tanaman tahunan). Dengan menanam pohon, berarti para petani ikut melestarikan alam, selain itu pohon juga berfungsi sebagai penghasil makanan.
Penanaman pohon (tumbuhan) yang baik, yang sesuai dengan aturan budidaya yang benar, akan berdampak bagus pada lingkungan. Selain dapat menjaga kondisi tanah (mengikat tanah dan berbagai unsur hara didalamnya) dengan menahan laju air dan erosi, pohon-pohon juga akan mengikat karbon dioksida dan berbagai zat yang dapat mencemari lingkungan. Tentu saja masih banyak fungsi pohon (tanaman), misalnya sebagai habitat makhluk hidup, karena pohon dapat menjadi tempat bernaung berbagai satwa.
Sejak beberapa bulan terakhir ini, ada satu isu yang menarik yaitu pertanian organik. Selama ini yang lebih dikenal adalah teknik pertanian konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia. Sedangkan pertanian organik hanya menggunakan bahan-bahan alami, seperti contohnya pupuk organik (pupuk kompos, pupuk kandang), pestisida organik, dan lain sebagainya. Bahan-bahan alami ini mudah terurai di dalam tanah, membantu mempertahankan kesuburannya, dan tidak mencemari lingkungan.
Pembicaraan tentang pertanian organik berawal dari Program BIRU, dimulai dengan kegiatan sosialisasi, atau menelusuri dan membuktikan manfaat reaktor biogas dan ampas bio slurry, serta mengangkat kisah sukses para user yang telah berhasil memanfaatkan reaktor biogas dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan itu antara lain seperti biogas untuk memasak, lampu penerangan, dan ampas biogas (pupuk bio slurry) untuk tanaman pertanian dan perkebunan.
Pada berbagai kesempatan, terungkap bahwa kehadiran bio slurry sangat disyukuri oleh para petani organik. Bio slurry bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dan pestisida secara gratis, dengan demikian bisa menghemat biaya karena pupuk sudah tersedia tanpa bersusah payah mengolahnya lagi. Selain itu, para petani juga semakin yakin bahwa pertanian organik adalah yang terbaik, karena menghasilkan bahan makanan yang sehat dan alami, juga dapat menyelamatkan bumi yang akan diwarisan kepada anak cucu kelak.
Para petani mengatakan bahwa selama ini kita telah merusak lingkungan alam, dengan menggunakan bahan kimia dalam pertanian, sedikit demi sedikit akan merusak tanah dan mencemari lingkungan. Tanah yang sudah rusak oleh bahan kimia menyebabkan kandungan unsur hara yang semakin menipis, sehingga akan mengurangi produktivitas lahan. Tanah menjadi tidak sehat. Terkadang manusia tidak menyadari hal ini, dan terlena, bahwa bumi kita semakin terancam kesuburannya, dan terancam kelestarian alamnya. Untuk itu perlu adanya gerakan yang nyata untuk mengatasi hal ini, dimulai dari diri sendiri.
Para peminat pertanian organik meyakini bahwa perilaku hidup sehat dan seimbang, dapat menyelamatkan bumi. Jika badan kita menginginkan makanan yang sehat dan alami, tentu saja kita harus memilih makanan-makanan yang sehat dan alami. Makanan yang sehat dan alami akan kita peroleh, jika lingkungan alam dan bumi kita sehat dan terjaga kelestariannya. Makanan yang sehat dan alami dihasilkan dari budidaya pertanian yang sehat dan alami. Siklus alam yang sehat dan seimbang, siklus yang mengalir dengan lancar tanpa gangguan, akan memberikan kehidupan yang aman dan nyaman buat makhluk hidup di dalamnya.
Perhatikan siklus reaktor biogas dan pertanian organik ( pertanian alami) yang terintegrasi di bawah ini (bagan 1). Jika diterapkan dengan baik, semua alur mengalir dengan lancar, tanpa terputus. Dan bisa dilihat bahwa hasil akhir adalah kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Dengan kondisi yang sehat dan sejahtera, maka manusia akan dapat melakukan berbagai aktivitasnya dengan lebih baik, termasuk aktifitas untuk bertani, beternak dan lain-lain. Anak-anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik, dapat menuntut ilmu dengan baik, menjadi manusia yang berakhlak dan bermartabat.
Dimulai dari bagan di bagian bawah dari reaktor biogas rumah Program BIRU yang ramah lingkungan, dimana bahan baku reaktor ini dari kotoran ternak dan tidak ada polusi udara, sangat berguna untuk rumah tangga sebagai sumber energi untuk memasak dan lampu penerangan. Ampas biogas yang dihasilkan (disebut pupuk bio slurry) dapat digunakan sebagai pupuk untuk kegiatan budidaya pertanian dan perkebunan. Sisa-sisa hasil pertanian dan perkebunan yang berupa jerami, daun-daunan, bonggol dan lain-lain dapat digunakan untuk pakan ternak dan ikan. Sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai bahan baku reaktor biogas.
Kotoran ternak jika tidak dimanfaatkan akan mencemari lingkungan. Dengan adanya reaktor biogas rumah, masyarakat sudah terbantu. Disamping menghasilkan energi, reaktor biogas juga menghasilkan lingkungan yang bersih karena kotoran termanfaatkan dengan baik. Selanjutnya hasil panen komoditas pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan akan bermanfaat bagi rumah tangga, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual, sama seperti manfaat reaktor biogas untuk memasak dan lampu penerangan.
Dalam dua tahun terakhir, secara langsung dapat dilihat bukti-bukti bahwa di wilayah Provinsi Lampung, sudah ada anggota masyarakat, yaitu para petani penerima manfaat Program BIRU, yang sudah menerapkan pertanian organik yang terintegrasi di dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah Subroto (50 tahun) dengan no ID plant HBP 0029, dari Desa Sukaraja Nuban, RT 16 RW 006 Dusun IV, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur. Pak Subroto (biasa dipanggil Pak Broto) sudah memanfaatkan reaktor biogas selama satu tahun. Tanpa ragu-ragu lagi beliau memanfatkan bio slurry untuk seluruh kegiatan pertanian di rumahnya.
Di dalam lahan seluas 3 hektar di sekitar rumahnya, Pak Broto mengelola kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan di dalam satu lahan. Sungguh sesuatu yang patut dibanggakan untuk ukuran masyarakat yang tinggal di desa. Ini adalah bukti nyata bahwa Pak Broto berpikiran maju, berani mengambil resiko dan menghadapi tantangan yang luar biasa.
Pertanian organik yang telah dikenalnya sejak kecil saat ini telah menyatu dengan kehidupannya. Bahkan beliau rela, banyak masyarakat yang menganggapnya sebagai “orang gila” karena setiap hari berkubang dengan kotoran ternak. Namun, lambat laun, dengan kegigihannya, kini beliau telah sukses dan membuktikan bahwa pertanian organik adalah yang terbaik, selain untuk menjaga lingkungan alam, pola hidup sehat dan seimbang, juga keadilan buat alam.
Pertanian organik yang terintegrasi, yaitu menyatu dengan perkebunan, perikanan, dan peternakan, dapat menjaga kelestarian lingkungan. Berikut, gambaran tentang apa yang sudah dilakukan oleh Pak Broto sebagai wujud cinta bumi.
Jika kita berkunjung ke rumah Pak Broto, beliau sekeluarga akan menyambut dengan ramah. Beliau akan sangat senang berbagi ilmu dan pengalaman tentang kegiatan bertani organik yang terintegrasi di lahannya. Bahkan, tidak jarang, sambutan ramah dan hangat itu akan disertai dengan suguhan berbagai menu khas produksi dari lahan sendiri, yang tentu saja bebas bahan kimia. Sebut saja mulai dari beras alami, sayuran hijau dan sambel trasi yang sedap, juga lauk ikan lele yang gurih menggoda selera. Semua itu terasa nikmat dan bersahaja.
Benar kata Pak Fatah Yasin, seorang pimpinan CPO YLPMD Lampung, yang mengatakan, “Makan menu yang berbahan organik (alami), akan terasa enak dilidah dan enak diperut, dibadan terasa nyaman”. Tidak tahu, apakah sebabnya, apakah karena sugesti atau bagaimana, yang jelas saya telah mengalaminya.
Pak Broto mengawali kisahnya bahwa beliau mengenal pertanian organik sejak kecil dari almarhum ayahnya. Oleh karena itu, segala hal dan informasi tentang pertanian organik tidak pernah dilewatkannya. Beruntung, setelah membina rumah tangga, dan memutuskan untuk bertani, Pak Broto mulai menerapkan kegemarannya tersebut. Tercatat sudah lebih dari 3 tahun ini, Pak Broto berani menyatakan bahwa beliau sudah bebas dari bahan bahan kimia dalam pertaniannya.
Pak Broto meyakini bahwa, bahan alami lebih baik untuk menjaga kesehatan badan, dan bahan alami lebih baik untuk menjaga kelestarian tanah dan lingkungan. Pak Broto sudah menerapkan pertanian yang terintegrasi. Beliau sadar betul, bahwa pertanian yang terintegrasi di dalam satu lahan, akan memudahkan baginya untuk mengelola. Siklus ketersedian pangan dan energi akan berjalan lebih mudah. Tentu saja keseimbangan alam dan ekologi akan terjaga.
Diawali dari pertanian dan perkebunan, yang tentu saja hasil pertanian ini bermanfaat untuk mendukung ketersediaan pangan keluarga. Padi sawah dan berbagai tanaman pertanian yang ada di kebun, yaitu sayuran dan buah, digunakan untuk keluarga. Pak Broto telah mulai menanam berbagai jenis sayuran, ada yang masih di polibag, ada juga yang sudah ditanam di lahan. Berbagai jenis sayuran yang terlihat antara lain kacang panjang, cabe, daun katuk, dan terong. Sedangkan untuk buah-buahan ada jambu biji, pepaya, dan durian.
Sisa-sisa sampah pertanian dan perkebunan tersebut yang berupa daun-daunan, bonggol, jerami atau ampas, dapat digunakan untuk pakan ternaknya. Pak Broto memelihara kambing dan sapi. Beliau juga sudah merencanakan menambah ternak bebek. Ternak kambing baru dimulai beberapa bulan ini, sedangkan ternak sapi sudah cukup lama, karena selain untuk membajak sawahnya, kotoran sapi juga dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk kandang. Sekarang karena telah membangun reaktor biogas maka kotoran sapi dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Ternak-ternak ini selain dipelihara, bisa juga disembelih untuk konsumsi keluarga. Bahkan terkadang bisa dijual jika ada keperluan yang membutuhkan uang banyak.
Setelah kotoran sapi dan kotoran kambing digunakan sebagai bahan pembuat biogas rumah, maka gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga, seperti memasak dan lampu penerangan. Ampas biogas (bio slurry) digunakan untuk memupuk tanaman, termasuk padi sawah dan sayur-sayuran yang ada di pekarangan.
Bahkan sejak beberapa bulan terakhir, Pak Broto telah menanam jahe gajah dan jahe merah, di lahan seluas 3 petak (1 petak kira-kira 3 m2). Pada awalnya tanaman jahe tersebut dipupuk dengan pupuk organik buatan pabrik atas anjuran sebuah perusahaan yang memproduksi pupuk organik, namun karena menyadari bahwa pupuk bio slurry sudah tersedia dan lebih yakin dalam kualitasnya, maka Pak Broto memutuskan untuk mengganti pupuk buatan pabrik tersebut dengan bio slurry yang jelas lebih hemat.
Pak Broto juga mulai memelihara ikan lele di dalam kolam buatan seluas kira-kira 32 m2, yang ditanami bibit ikan lele sejumlah sekitar 4500 ekor. Pada awalnya ikan lele tersebut diberi pakan daun lompong yang dipupuk dengan bio slurry, namun saat ini akan divariasikan dengan pakan ikan dari campuran pelet dan bio slurry. Hasil dari panen ikan lele tersebut tentu bisa untuk konsumsi keluarga atau dijual. Dan saat ini Pak Broto sudah mulai bisa memanen ikan lelenya setelah 2 bulan dipelihara dengan hasil 1,5 kwintal. Harga ikan lele di daerahnya adalah Rp. 15.000/kg.
Untuk tanaman perkebunan, Pak Broto telah menanam karet di lahan seluas 1, 5 hektar yang ditanami sekitar 1000 batang jenis PB – 235. Saat ini tanaman karet telah dipupuk dengan bio slurry. Hampir setahun ini, setiap hari Pak Brotonmembawa 4 jerigen atau kadang-kadang 1 gerobak bio slurry ke lahan dengan jarak hampir 500 meter dari rumah.
Menurut Pak Broto, ada perbedaan yang nyata setalah tanaman karet dipupuk dengan bio slurry, yaitu tanaman terlihat lebih kokoh, daun terlihat lebih hijau, dan getah karet yang dihasilkan lebih banyak. Perubahan pada tanah, tampak lebih gembur, banyak terlihat butiran-butiran tanah yang merupakan tempat berkembang biak cacing tanah. Daun-daun yang berguguran akan cepat menyatu dan terurai di dalam tanah, berbeda dengan pupuk lain, daun-daun yang jatuh akan lambat membusuk.
Untuk hasil panen karet, dari lahan seluas 1 hektar, setiap 1 bulan dapat dipanen sekitar 3 kwintal getah karet. Saat ini harga karet di pasaran sekitar Rp. 7.000,00 per kilogram. Untuk tanaman jahe gajah dan jahe merah, saat ini belum ada hasil panen karena masih berumur sekitar 5 bulan. Sedangkan untuk padi sawah, yang ditanam diantara kebun karet dan lahan pekarangan rumah, telah dipanen sekitar 1,5 bulan yang lalu dan mendapatkan hasil sekitar 1,6 ton untuk lahan seluas 0,25 hektar. Hasil padi lebih banyak untuk konsumsi keluarga, dan jika dijual harganya masih sama dengan harga padi biasa (non organik) yaitu Rp. 7.000/kg. Ini merupakan pertimbangan Pak Broto untuk tidak menjual padinya, dan lebih baik untuk konsumsi keluarga dengan makanan yang sehat.
Menyangkut tenaga kerja, kegiatan pertanian di keluarga Pak Broto dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, yaitu bapak, ibu, dan anak perempuan tertua yang telah lulus SMA. Kebetulan Pak Broto hanya memiliki 2 orang anak perempuan, yang juga sudah mengenal dan mulai menganggap pertanian sebagai bagian dari kehidupannya. Jika Pak Broto tidak ada di rumah atau sedang bepergian ke luar kota, maka otomatis anak dan isterinya yang mengurus pertanian terintegrasi di rumahnya. Beberapa tenaga tambahan hanya dibutuhkan saat panen.
Tentu saja untuk dapat dikatakan sebagai pertanian organik yang murni 100 persen masih sulit dan belum terjangkau di masyarakat kita. Karena sebagai persyaratan pertanian organik, selain lahan harus terbebas dari bahan kimia, minimal 2 – 3 tahun, sumber air harus diyakini murni tidak tercemar bahan lain, benih dan bibit yang digunakan juga terbebas dari perlakukan bahan kimia. Dan yang tidak kalah penting adalah menjaga lingkungan pertanian tersebut dengan pengendalian hama dan penyakit secara alami dan menjaga pengaruh lingkungan sekitar yang mungkin masih terpengaruh residu bahan-bahan kimia.
Demikianlah tulisan tentang reaktor biogas dan pertanian terintegrasi dalam rangka menyambut Hari Bumi. Semoga kisah bahagia Keluarga Pak Broto dapat menjadi inspirasi bagi para keluarga yang lain, khususnya para petani dalam rangka mewujudkan kelestarian alam, kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Mari kita cintai bumi kita.
(Gayuh Tri Upayani, Lampung)