Dana Desa untuk Mandiri Energi bagi Peternak Kecil
Kolaborasi Multipihak untuk Membangun Desa
Satu hari di bulan Juni 2015, Agus Purnomo, penanggungjawab Langit Biru Mason Group menelpon Helmi Buyung, Partnership Officer Biogas Rumah (BIRU)/Rumah Energi Jawa Timur, dengan nada bicara yang tergopoh-gopoh.
“Saya butuh Tim BIRU untuk menemani saya mengobrol dengan Pak Camat.”
“Ada apa?,” respon Helmi.
“Ini mau mengobrol tentang bagaimana membangun biogas untuk peternak yang tidak mampu, tetapi melibatkan Program BIRU. Ini keputusan Pak Camat sendiri lho.”
“Bagaimana ceritanya, kok sampai Pak Camat punya ide itu?”
“Nah itu! Makanya temani saya dan Pak Sugianto untuk mengobrol dengan Pak Camat. Nanti tim BIRU bisa tahu cerita lengkapnya dan menyampaikan usulan langsung ke Pak Camat.”
Berdasarkan pembicaraan melalui telepon tersebut, tim BIRU/Rumah Energi Jawa Timur bergabung dalam diskusi yang melibatkan Koperasi Unit Desa (KUD) Kertajaya Kandangan, Langit Biru Mason Group, dan Camat Kandangan, Kediri. Obrolan dimulai dengan pemaparan dari Camat Kandangan tentang program Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dicanangkan oleh Bupati Kediri. Dalam konteks lingkungan dimana mayoritas penduduk sebuah desa adalah peternak, maka fokus program ini adalah mengusahakan tidak adanya kotoran ternak yang menumpuk ataupun dibuang ke sungai. Program BIRU dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk mendukung implementasi program tersebut.
“Saya berharap program BIRU dapat membantu pelaksanaan rencana ini,” kata Gembong Prayitno, Camat Kandangan.
“Kami tentu senang melihat peluang ini, tetapi tentu kami harus memastikan beberapa hal. Diantaranya, apakah ini program full subsidi? Saya berharap tidak. Lalu, dari manakah sumber pendanaannya?,“ Wasis Sasmito, Provincial Coordinator Program BIRU/Rumah Energi Jawa Timur, memberikan respon.
“Justru karena saya sudah mendengar pelaksanaan program BIRU di Kandangan, maka saya pun merencanakan pembiayaan pembangunan biogas ini dari banyak pihak. Saya berharap dengan sedikit dukungan dana dari pemerintah, bisa membangun lebih banyak instalasi biogas. Sumber dananya ya kayaknya akan berasal dari Dana Desa,” jawab Pak Camat.
Kami pun sepakat untuk membuat perencanaan pembangunan instalasi biogas di desa Medowo, yang terpilih sebagai pilot project program PHBS, dengan mempertimbangkan jumlah unit yang perlu dibangun agar mampu menampung kotoran sapi di desa tersebut. Tetapi, setelah perbincangan itu tidak ada informasi lanjutan. Hingga pada awal tahun 2016, Agus Purnomo menyampaikan informasi bahwa Saningrat, Carik (Sekretaris Desa) Desa Medowo, meminta bantuannya untuk merealisasikan program PHBS dengan sokongan Alokasi Dana Desa. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan Agus.
“Biogas menjadi solusi penanganan limbah ternak di desa dan sejalan dengan Program Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Ini sebenarnya sudah dibicarakan dengan Pak Camat,” kata Agus saat meyakinkan Saningrat untuk memasukkan pilihan biogas dalam mengatasi limbah ternak.
Terang saja informasi ini menjadi pengingat bahwa tim BIRU/Rumah Energi Jawa Timur tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Dana Desa, apalagi mekanisme dan prosedur pemanfaatan Alokasi Dana Desa. Bagaimana bisa berdiskusi tentang Undang-Undang tersebut serta gambaran singkat Dana Desa, tanpa memiliki referensi dasar yang cukup. Maka, mulailah Tim BIRU/Rumah Energi Jawa Timur mencari referensi.
Secara sederhana bisa dijelaskan bahwa UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 bertujuan memberikan pengakuan dan kejelasan kepada desa akan status dan kedudukannya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Negara memberikan kewenangan desa dalam melestarikan adat dan tradisi serta budaya masyarakat desa. Kewenangan ini sekaligus memberi keleluasaan desa untuk merancang sendiri kegiatan dan mengelola sumber pembiayaannya untuk pembangunan desa, seperti tertuang dalam Pasal 71-75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Keuangan Desa. (Sumber: http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/undang-undang-nomor-6-tahun-2014-4723).
Carik Desa Medowo nampaknya mengetahui hal ini dan melihat peluang realisasi pilot project program PHBS memanfaatkan dana dari desa. Pilihan ini memberikan peluang terwujudnya beberapa capaian, antara lain implementasi program PHBS, pemanfaatan dana dari desa untuk aktivitas produktif, dan peningkatan instalasi biogas yang terbangun di desanya .
Agus menambahkan bahwa dia meminta dana tersebut dialokasikan khusus untuk membangun biogas bagi peternak kecil. Pertimbangannya adalah karena peternak besar sudah mampu membangun biogas tanpa bantuan desa. Sedangkan dengan adanya tambahan dana dari desa berarti angka yang dibayarkan peternak berkurang dan jadinya lebih terjangkau oleh peternak kecil.
Kenapa?
Sejak tahun 2009 hingga saat ini, Program BIRU/Rumah Energi Jawa Timur bersama mitra pembangunnya telah berhasil membangun sekitar 7.300 reaktor biogas. Pengguna potensial saat ini adalah peternak yang memiliki keterbatasan kemampuan finansial. Maka, yang diperlukan adalah adanya tambahan sumber dana untuk subsidi biogas sehingga bisa mengurangi kesenjangan antara harga jual biogas dengan daya beli peternak. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan mengakses sumber pembiayaan dari desa.
Sebagai warga Desa Medowo, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Agus bekerja menjadi tenaga kesehatan hewan untuk tiga kabupaten dan kerap melayani peternak di wilayah Kediri, Malang, dan Jombang. Sebagai tenaga kesehatan hewan di KUD Kertajaya Kandangan, Agus rutin berkeliling ke rumah-rumah peternak di wilayah kerja koperasi. Dia tahu benar beban kerja peternak kecil yang belum mandiri energi dengan memiliki instalasi biogas. Waktu dan tenaga mereka terserap untuk pekerjaan peternakan sekaligus untuk mencari kayu bakar untuk memasak. “Nyaris tidak ada waktu istirahat apalagi untuk rekreasi,” jelas Agus.
Sejak bergabung sebagai supervisor biogas dalam program BIRU, Agus berhasil membangun sekitar 400 reaktor biogas di tiga kabupaten. Sebuah angka yang cukup besar jika dilihat dari sisi kondisi sosial ekonomi rata-rata peternak di wilayah kerjanya. Apakah Agus Purnomo puas? Tidak. Ia memikirkan peternak kecil yang tidak bisa mengakses biogas karena keterbatasan keuangan mereka. Agus memutar otak agar program pengembangan biogas bisa diakses peternak kecil.
“Yang mereka butuhkan itu adanya tambahan subsidi sehingga angka yang dibayarkan bisa dijangkau peternak kecil. Kalau desa bisa menyediakan itu, ditambah dukungan dari Program BIRU, apalagi ada kredit dan tambahan subsidi dari Nestle, akan jos tenan,“ kata Agus dengan bercanda.
Atas sarannya, kini desa telah menyiapkan Alokasi Dana Desa sebesar 36 juta rupiah untuk pembangunan 18-24 unit biogas bagi peternak kecil di Desa Medowo. Rasa senang dan senyum lebar menghiasi wajah Agus saat berkata, “Memang tidak banyak, namun akan ada 18-24 peternak kecil yang bisa menikmati kemandirian energi.”
Kebaikan Biogas Harus Bisa Dirasakan Semua Orang
Di tempat lain dan di waktu yang tidak sama, Juwardi, seorang supervisor mitra pembangun biogas KUD Tani Wilis, Sendang, Tulungagung, mulai mendiskusikan bersama Suwarto tentang peluang akses Dana Desa untuk menambah dukungan pengembangan biogas di wilayah kerja koperasi. Suwarto, penanggungjawab mitra pembangun biogas sekaligus sebagai kepala desa salah satu desa di Kecamatan Sendang memiliki niatan yang kuat untuk melihat peluang memperluas akses program biogas bagi peternak.
“Peraturannya sudah jelas kok bahwa Dana Desa bisa dialokasikan untuk pembangunan biogas,” Suwarto mengawali cerita sambil menunjukkan Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Dana Desa tahun 2016 untuk Kabupaten Tulungagung. Buku Petunjuk Teknis inilah yang menjadi pedoman tiap desa untuk mengelola Dana Desa.
Pak Lurah, demikian Suwarto kerap disapa, melanjutkan penjelasan bahwa pengadaan biogas termasuk dalam 20% dana yang dianggarkan untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa.
“Di buku juknis ini jelas disebutkan bahwa Prioritas Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa yakni Pembangunan dan Pengembangan Sarana Prasarana Energi Terbarukan serta Kegiatan Pelestarian Lingkungan Hidup di tipologi Desa Dataran Tinggi/Pegunungan, Pertanian dan Tertinggal, adalah pembangunan dan pengelolaan energi mandiri yang diantaranya dengan pengadaan biogas,“ Pak Lurah menjelaskan dengan semangat.
Dengan bekal pemahaman itu, Pak Lurah mantap memulai rencana untuk membuka akses lebih luas bagi peternak di wilayah luar Kecamatan Sendang. Dan tim mitra pembangun biogas KUD Tani Wilis, Sendang, mulai bergerak melakukan sosialisasi tentang peluang pemanfaatan Dana Desa untuk pembangunan biogas melalui Program BIRU/Rumah Energi.
Apa alasan mentargetkan biogas di luar wilayah Kecamatan Sendang?
“Peternak di wilayah Sendang sudah banyak yang telah memiliki biogas dan KUD Tani Wilis juga punya rencana membuka wilayah baru peternakan. Biogas ini kami jadikan salah satu senjata penarik minat orang untuk jadi peternak”, jawab Pak Lurah lugas.
Sebuah rencana yang strategis dalam pengembangan wilayah kerja koperasi sekaligus membuka lebih besar pasar biogas di kalangan peternak sapi.
Saat ini, Pak Lurah dan timnya telah memulai sosialisasi penggunaan Dana Desa untuk Biogas di Desa Ngadi dan Desa Sambirobyong. Hasilnya cukup menggembirakan. Pak Lurah Desa Ngadi setuju menganggarkan Dana Desa untuk biogas di tahun 2017.
Selain sosialisasi ke desa-desa, Pak Lurah juga berencana menggandeng pembuat kebijakan supaya mengarahkan para Kepala Desa agar mengalokasikan Dana Desa untuk biogas.
“Kita harus bisa mempengaruhi pengambil keputusan di tingkat kabupaten. Dengan demikian, akan lebih mudah dan cepat proses sosialisasi model pengembangan biogas dengan memanfaatkan Dana Desa.”
“Lha, itu sudah bisa dinamakan melakukan advokasi kebijakan penganggaran, Pak Lurah,” kata Wasis Sasmito menimpali penjelasan Pak Lurah.
“Ya, mungkin. Yang jelas kawan-kawan BIRU/Rumah Energi Jawa Timur harus menemani kami jika harus melakukan audiensi ataupun presentasi di depan SKPD kabupaten.”
“Kami sih selalu siap memberi dukungan,” kata Wasis tidak kalah semangat.
Jalan masih panjang, namun dengan adanya potensi akses Dana dari Desa untuk pembangunan biogas maka harapan peternak kecil untuk membangun biogas semakin terbuka. Tinggal sekarang, apakah kita sebagai tim pelaksana Program BIRU/Rumah Energi bisa melihat peluang itu, dan menjadi pintu masuk menyusun ulang strategi pengembangannya.
Pemanfaatan sumber dana dari pemerintah, termasuk Dana Desa dan Alokasi Dana Desa memang cukup merepotkan, menguras stamina dan membutuhkan strategi tersendiri. Dibutuhkan pemahaman yang tepat tentang sistem dan prosedur penganggaran pemerintah daerah. Satu-satunya cara adalah kita harus mulai belajar tentang hal tersebut, sebagai bagian dari tahap advokasi yang harus dilakukan dalam implementasi Program BIRU/Rumah Energi. (CHP-WS)