Kultur dan Mitos Penyebab Gerakan Biogas Terhambat
MALANGTIMES – Kebutuhan energi bahan bakar masyarakat yang semakin tinggi membuat berbagai kalangan mencari energi alternatif. Salah satunya biogas.
Permasalahannya, membudayakan energi alternatif biogas di masyarakat mendapat tantangan dari aspek kultur dan mitos yang hidup dalam masyarakat sendiri.
Hal tersebut terpaparkan dalam diskusi ilmiah bertajuk Prospek Biogas sebagai Energi Alternatif dalam Mewujudkan Green Technology bagi Masyarakat, Rabu (05/10) di gedung A ruang A2.1 Universitas Islam Raden Fatah (Unira).
“Biogas sebagai energi alternatif adalah bagian dari solusi dalam permasalahan bahan bakar dalam masyarakat. Selain bahan-bahan biogas yang berlimpah di masyarakat, seperti  kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), juga ramah lingkungan,” terang Wasis Sasmito dari Konsorsium Hivos – Yayasan Rumah Energi (YRE) Biogas Rumah (BIRU) kepada peserta yang terdiri atas mahasiswa dan dosen Unira.
Wasis juga menyampaikan, dalam aspek teknis, yaitu pembuatan instalasi biogas, tidak ada hambatan dalam masyarakat. “Kita dari YRE dengan kegiatan BIRU siap dalam mendampingi masyarakat yang siap secara teknis dan kultur. Karena permasalahan terbesar dalam pembudayaan biogas ada di aspek kultur dan mitos masyarakat,”katanya.
Wasis mencontohkan bahwa masih kuatnya kultur yang menghasilkan mitos di masyarakat. Sebut saja adanya penolakan masyarakat karena bahan biogas yang nantinya jadi bahan bakar berupa gas untuk memasak berasal dari kotoran, baik manusia maupun hewan.
“Jadi, anggapannya kalau memasak pakai biogas, hasil masakannya ya tidak enak dan berbau kotoran,”katanya lalu tertawa. Padahal kotoran yang sudah mengalami fermentasi dan menjadi gas tidak akan berbau sama sekali.
Kondisi yang dipengaruhi kultur  inilah yang menyebabkan biogas dari bahan kotoran manusia maupun binatang belum menjadi prioritas masyarakat.
“Terkadang pemerintah juga masih saja memosisikan hal ini sekadar program. Bukan sebagai kebutuhan yang wajib terus dilaksanakan dan digalakkan di masyarakat saat kita masuk dalam krisis energi,”ungkap Wasis.
Selain masalah kultur dan mitos yang masih berkembang di masyarakat, kesan teknis dalam pembuatan biogas ini juga sering menjadi kendala.
“Tidak adanya survei, baik kecukupan bahan dari kotoran yang berkelanjutan di satu lokasi dan memudahkannya aspek pengetahuan dalam pembuatan biogas ini sering terjadi, ” ucap Wasis. Padahal untuk memahami pengetahuan tersebut, minimal wajib ikut pelatihan selama delapan hari.
“Kebiasaan pemerintah kita, pelatihan hanya dua hari, sudah nafsu untuk membuat biogas di desa. Padahal saya katakan nonsen itu bisa berjalan,” tegasnya.
Banyak faktor yang harus dikuasai oleh siapa pun yang akan membuat biogas ini. Baik pemahaman mengenai faktor-faktor lingkungan baik biotis maupun abiotis.
“Selain itu perlu paham keseimbangan antara tahap non-methanogenik dan tahap methanogenik. Temperatur, konsentrasi padatan, konsentrasi asam-asam volatil, pembentukan scum, konsentrasi scum, konsentrasi nutrien esensial, substansi toksik dan pH,” beber Wasis. (*)
(Sumber: http://www.malangtimes.com/baca/14740/20161005/195107/kultur-dan-mitos-penyebab-gerakan-biogas-terhambat/)