Bangun Sentra Produksi Pupuk: Desa Mekar Jaya Siap Bisnis Pupuk Bio-slurry
“Cuman pengen masyarakatnya tuh punya penghasilan dan pengen punya pekerjaan, biar mereka nggak ngeluh aja. Ternyata banyak di sekitar kita yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan uang,” begitu kalimat terakhiryang dilontarkan Dede Rinrin saat wawancara.
Dede Rinrin merupakan warga Desa Mekar Jaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang aktif dalam pengembangan bisnis bio-slurry (ampas biogas). Pada usia yang masih sangat belia, 26 tahun, wanita kelahiran Garut ini sudah mulai merintis usaha sentra produksi pupuk bio-slurry. Perempuan yang akrab dipanggil Teteh Dede ini mengaku sangat tertarik melihat peluang bisnis bio-slurry sejak mendapatkan pelatihan dari Program GADING tentang pemanfaatan bio-slurry. Motivasi untuk memberdayakan perempuan desanya juga menjadi salah satu pendorong baginya untuk membuat sentra produksi pupuk dari bio-slurry.
“Jadi kita di sini buat sentra produksi yang akan dikelola oleh setiap perempuan atau ibu rumah tangga. Daripada nganggur kan mending ada kerjaan gitu,” ujar Dede saat sedang menjelaskan tentang usaha pupuknya.
Pada penjelasannya tentang sentra produksi pupuk, Dede mengatakan akan bekerja sama dan tanda tangan kotrak dengan para peternak yang sudah mempunyai reaktor biogas dan slurry pit (penampung ampas biogas) di Desa Mekar Jaya untuk menjadi mitra selama sekian tahun dengan sentra untuk menjamin ketersediaan bahan atau stok kotoran hewannya. Pemilik reaktor biogas yang aktif di Desa Mekar Jaya ada sekitar 10 pengguna. Rencananya sentra akan membuatkan naungan untuk setiap reaktor dengan harapan para pengguna biogas mau menjual bio-slurry mereka ke sentra produksi pupuk.
Bio-slurry yang telah dibeli oleh sentra kemudian akan diolah kembali, misalnya padatannya akan dicampur dengan serbuk gergaji, sedangkan yang cair akan dikemas ke dalam jeriken. Pengolahan yang dilakukan oleh sentra akan dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dari SOP yang akan dikeluarkan untuk pupuk bio-slurry.
Menurut perhitungan Dede, perkiraan laba yang akan dihasilkan untuk sentra dari bisnis pupuk bio-slurry ini sekitar Rp. 7.000.000,- sampai dengan Rp. 8.000.000,- per bulan dari 10 reaktor. Sedangkan perkiraan laba untuk perorangannya hampir Rp. 800.000,- per bulan karena rata-rata setiap pengguna menghasilkan 30 kg bio-slurry padat dan 60 liter bio-slurry cair setiap harinya. Sehingga dengan ditambah modal kerja keras pengguna akan mendapatkan keuntungan sekitar Rp.27.000,- per hari. Bio-slurry padat dan cair akan dibeli dengan harga Rp. 300,- per kg atau per liter ke pengguna. Jadi, harga jual pupuk bio-slurry padatnya dipatok Rp. 700,- per kg, sedangkan yang cair Rp. 1.000,- per liter oleh sentra.
Pemasaran untuk saat ini akan dijual ke petani atau pengguna langsung atau dijual ke toko pupuk pertanian dan agen-agen besar yang siap menampung. Apabila bisnis sudah berjalan sekitar 1-2 bulan, baru akan dilakukan survei kembali untuk wilayah yang lebih luas dari Kecamatan Cikajang, yaitu dalam lingkup Kabupaten Garut. Pemasaran untuk saat ini masih difokuskan untuk pupuk bio-slurry yang padat karena banyak dicari dan rencana ke depannya akan dikembangkan juga untuk pupuk bio-slurry yang cair.
Dede juga mengatakan akan mulai melakukan promosi untuk pengembangan pupuk cair dengan memberikan pupuk cair gratis kepada pembeli pupuk padat. Hal itu juga dilakukan sebagai strategi untuk melakukan pengujian manfaat dari pupuk cair terhadap tanaman. Pupuk cair fermentasi juga akan dikembangkan untuk pestisida tanaman, apabila pupuk bio-slurry cair sudah mulai banyak peminatnya. Kerja sama dengan koperasi dan kegiatan marketing online juga akan dilakukan untuk meningkatkan pemasaran pupuk bio-slurry ini. Namun, untuk langkah awal Dede akan memasarkan produk pupuk bio-slurry ini secara lokal terlebih dahulu agar dapat memenuhi kebutuhan petani lokal.
Selain bisnis pupuk dari bio-slurry, rencana akan dikembangkan juga usaha pembesaran ikan skala besar dengan kolam permanen yang saat ini sudah hampir selesai pembuatan kolamnya. Diharapkan bisa menghasilkan sekitar 4-5 ton ikan dengan hasil laba sekitar Rp. 8.000.000,- per bulan dari 10 kolam yang ada. Selain itu, pengembangan budidaya lemna juga akan dilakukan untuk dijadikan pelet dan dilakukan dalam rangka mendukung upaya penghematan pakan ikan.
Sedangkan untuk pengembangan usaha budidaya cacing juga sudah mulai dilakukan sekitar lima bulan oleh Pak Itang, salah satu warga Desa Mekar Jaya yang rencananya sudah ada 4 sudut yang akan dibangun untuk usaha cacingnya itu sendiri. Mudah-mudahan diharapkan cacing ini bisa berkembang banyak dan pangsa pasarnya juga tidak susah. Setelah perencanaannya matang baru akan dibangun sentra lain untuk usaha budidaya ikan, kascing, dan lain-lain.
Motivasi untuk pemberdayaan wanita untuk bisnis bio-slurry ini juga membuat Dede mengikuti pelatihan-pelatihan kewirausahaan di desanya, bahkan sampai ke Sumba dan Nusa Tenggara Timur.
“Aku tuh pengen ngejalanin bisnis bio-slurry ini untuk memberdayakan ibu-ibu gitu di sini, biar nih kotoran hewan tuh nggak hanya kotoran, tapi anggaplah kotoran hewan itu duit gitu. Biar semangat gitu,” ujar Dede.
Sebagai salah satu trainer local helper dari tim Program GADING, Dede mengaku tantangan terberat dalam pelatihan adalah cara untuk menyadarkan masyarakat mengenai banyaknya manfaat yang yang bisa didapatkan kalau mereka mempunyai biogas dan dapat mengelola limbah atau ampasnya dengan baik. Rencana pelatihan gender terdekat akan mulai dilaksanakan pada bulan April 2017 ini dan biasanya dilakukan di rumah salah satu warga pada jam 1 sampai jam 3 atau 4 sore mengingat pekerjaan yang harus dilakukan peternak di pagi hari. Menurut Dede, penyampaian materi pelatihan relatif mudah karena para peternak mudah paham karena sudah mengalami dan sudah diimbangi dengan praktek di lapangan sehari-hari. (Stefanny Trifena)