Beralih ke Pupuk Bio-slurry, Produktivitas Tanaman Merica Meningkat
Bapak A. Akbar Agung adalah salah satu pengguna Biogas Rumah (BIRU) yang tinggal di Kelurahan Banyorang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah mengaplikasikan teknologi biogas di rumahnya, beliau sangat senang karena memiliki perhatian terhadap pertanian organik dan biogas mampu memberikan banyak manfaat terutama di bidang pertanian melalui pemanfaatan bio-slurry atau ampas biogas.
Dalam kesehariannya beliau adalah seorang petani yang memiliki hobby atau ketertarikan beternak ikan di halaman rumahnya. Saat ini dengan adanya bio-slurry, beliau mencoba mengaplikasikannya sebagai pupuk organik pada tanaman merica di kebunnya yang selama ini tampak kurang produktif.
Sebelum aktif menggunakan bio-slurry, belian menggunakan pupuk kompos campuran kotoran ternak sapi dan tanah yang didiamkan selama 2 minggu yang berfungsi untuk menggemburkan tanahnya. Selain pupuk kompos, beliau juga membuat fermentasi pupuk organik cair dengan cara mencampurkan urine ternak sapi yang ditambahkan dengan berbagai macam jenis buah, batang dan daun tanaman untuk selanjutnya menjadi bahan MOL (Mikro Organisme Lokal). Penggunaan pupuk cair ini dapat disiramkan langsung pada lahan dan tanaman.
Namun, proses dalam membuat pupuk cair ini dianggap tidak praktis karena memakan waktu yang cukup lama dalam menunggu campuran.
Setelah menggunakan biogas, beliau akhirnya melakukan uji coba bio-slurry cair dengan cara menyebarkan dan menyemprotkannya pada pohon merica di lahan kebunnya.
Beliau merasakan saat ini dengan aplikasi bio-slurry menjadi lebih praktis karena mudah dibawa ke lahan kebun. Beliau cukup memasukkan bio-slurry cair ke dalam botol bekas air mineral. Selain itu juga, beliau tidak perlu menunggu waktu yang lama seperti proses pembuatan pupuk sebelumnya.
Setelah beberapa waktu menggunakan bio-slurry, beliau menyaksikan sendiri bulir-bulir buah merica menjadi lebih cepat tumbuh. Hal ini membuatnya yakin bahwa bio-slurry memang mampu membantu produktivitas tanaman perkebunan ataupun pertanian. Beliau kemudian membagi ilmu dan pengalamanya menggunakan bio-slurry kepada para pengguna biogas lainnya.
Bapak A. Akbar Agung tidak berhenti menggunakan bio-slurry hanya pada tanaman merica, tetapi juga pada tanaman lainnya, seperti tanaman cengkeh yang terletak di lahan belakang rumahnya yang berukuran 5 x 3 meter.
Selain untuk tanaman, aplikasi bio-slurry kini beliau juga terapkan pada sebagai pupuk kolam pada perikanan air darat dengan jenis ikan lele dan nila gesit.
Beliau mengatakan, “Volume buah yang besar ini sebenarnya mudah menjelaskannya. Ini dikarenakan tanaman tersebut bisa ‘makan’ nutrisi lebih banyak dari tanah. Artinya, campuran bio-slurry ini mengandung zat hara lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kimia. Orang-orang pertanian mungkin lebih tahu kandungan kimia apa yang di dalam bio-slurry. Pengetahuan saya jelas tidak setinggi itu. Tetapi, dari pengalaman ini sudah kelihatan hasil dan manfaatnya, jadi tidak perlu diragukan lagi.”
Dengan berbagai kreativitas dalam kegiatan bertaninya, beliau juga terpilih sebagai Ketua Kelompok Tani Mujahir, dimana beliau berbagi pengalaman dengan para anggotanya setelah mengikuti berbagai pelatihan. Pengalaman dalam mengamati alam sekitar mengakar kuat dalam kehidupannya sehari-hari sebagai petani. Hal ini ditunjukkan dengan detail tentang hasil pengamatannya terhadap perbedaan menggunakan pupuk kimia dan pupuk organik.
Kehidupan beliau sebagai petani tidak memberikan kesulitan dalam bereksperimen atau melakukan uji coba bio-slurry. Keyakinannya terhadap zero-risk pada zat organik justru memperkuat keinginan beliau dalam melanjutkan penggunaan bio-slurry dan keberhasilan ini memberikan kepuasaan tersendiri bagi beliau. Tidak ketinggalan para petani lainnya juga berangsung-angsur mempraktekkan pengetahuan yang diperoleh dari Bapak A. Akbar Agung. (Rosmiati Lantara)