Burung Puyuh yang Membawa Keuntungan Besar
Minggu lalu saya berkesempatan untuk bertemu dengan Pak Suyanto yang tinggal di Desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah. Pak Suyanto adalah pengguna biogas dengan kisah yang sukses berawal dari keputusannya untuk menggunakan biogas 10 bulan yang lalu. Saat saya pertama kali mendengar bahwa kami akan mengunjungi seorang pengguna biogas yang mengoperasikan reaktor biogas dengan bahan baku kotoran puyuh, saya berpikir bagaimana ia dapat mengumpulkan cukup kotoran untuk menghasilkan biogas bagi rumah tangganya? Pada kenyataannya, setelah akhirnya saya melihat sendiri, hal tersebut ternyata dapat mungkin dilakukan dengan adanya 5.000 ekor burung puyuh di peternakan Pak Suyanto. Oleh karena itu, ia dapat mengumpulkan kotoran ternak puyuh dalam jumlah besar setiap harinya untuk mengisi reaktor biogas.
Pak Suyanto pertama kali mengetahui mengenai teknologi dan manfaat biogas dan melalui salah satu rekannya. Ia kemudian menghubungi Biogas Rumah (BIRU) untuk bertemu dan berdiskusi menganai instalasi reaktor biogas di rumahnya. Dengan biaya pembangunan sebesar Rp 15.000.000, Pak Suyanto membiayai secara mandiri pembangunan reaktor biogas dengan kapasitas 12 m3 tanpa bantuan pendanaan dari pemerintah atau pinjaman.
Sejak bulan Januari 2017, ia kini memanfaatkan kotoran burung puyuh sebagai bahan baku utama untuk reaktor biogasnya, dengan jumlah kotoran sebesar 140 kg per hari. Kotoran burung puyuh sebanyak ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan biogas bertekanan tinggi jumlah besar yang digunakan sehari-hari menjadi bahan bakar tiga kompor gas dan satu lampu penerangan yang digunakan sekeluarga.
Pak Suyanto mengatakan sejak ia menggunakan biogas, ia tidak lagi harus membeli gas LPG untuk kompornya dan mengatakan jumlah biogas yang dihasilkan lebih dari cukup untuk rumah tangganya. Meskipun biogas itu tidak menghasilkan pemasukan keuangan, namun penggunaan biogas dapat menekan pengeluaran biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar keperluan memasak. Dengan menggunakan biogas sebagai sumber utama untuk keperluan memasak dan penerangan, Pak Suyanto mampu berhemat yang sebelumnya digunakan untuk membeli gas LPG.
Sebagai peternak burung puyuh, yang merupakan sumber utama pendapatan Pak Suyanto dan mendapatkan gas dari biogas memberikan manfaat tambahan untuk usahanya. Pak Suyanto memiliki kontrak tetap dengan distributor lokal yang menjual telur-telur burung puyuh per kilo (dalam satu kilogram ada sekitar 83 butir telur) ke supermarket atau tempat pemasaran lainnya seharga Rp 20.000 per kilogram.
Ia juga menjelaskan bahwa masing-masing burung puyuh akan menghasilkan sebutir telur per harinya dan akan terus produktif hingga usia satu setengah tahun. Begitu burung puyung berhenti bertelur ia memiliki perjanjian lainnya dengan distributor yang sama dimana ia menjual burung-burung puyuh yang sudah tidak lagi produktif untuk dagingnya dengan harga Rp 5.000 per ekor. Dengan perhitungan harga-harga jual ini, Pak Suyanto memperkirakan keuntungan bersih yang diperolehnya lewat penjualan telur puyuh dan daging puyuh mencapai Rp 1.250.000 per hari.
Angka-angka ini menjelaskan bagaimana Pak Suyanto mampu membayar reakto biogas tanpa harus melalui pinjaman. Reaktor biogas memanfaatkan sumber bahan baku lokal yang tersedia, yang memungkinkan untuk menghasilkan produksi gas dengan biaya murah dan dapat diandalkan. Pak Suyanto saat ini dapat mengelola limbah yang dihasilkan oleh ternak puyuhnya dan menyediakan sumber energi gratis bagi keluarganya.
Selain penghematan dari segi keuangan dan manfaat pengelolaan limbah dengan pengunaan biogas, manfaat lain yang diperoleh adalah pemanfaatan bio-slurry untuk tanaman pertaniannya. Bio-slurry adalah hasil sampingan produksi biogas (ampas biogas) dan dapat menjadi pupuk berkualitas karena kandungan zat haranya yang tinggi. Bio-slurry memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesuburan tanah, struktur tanah, dan meningkatkan hasil. Bio-slurry apabila dimanfaatkan sebagai pupuk telah terbukti memiliki dampak yang baik pada daya tahan tanaman terhadap penyakit dan dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan pestisida non-kimia, di samping juga sebagai pupuk organik yang efektif.
Bio-slurry dapat digunakan dalam bentuk cair, kompos, atau kering. Pak Suyanto memanfaatkan bio-slurry cair sebagai pupuk di lahan sawahnya dengan mengambilnya langsung dari lubang penampungan bio-slurry dan mengaplikasikannya pada tanaman padi lewat sistem irigasi yang kemudian mengalirkan bio-slurry ke lahan sawahnya.
Sejak mengaplikasikan bio-slurry pada lahan sawahnya, Pak Suyanto mengatakan bahwa ia telah melihat adanya peningkatan kualitas dan hasil panen, selain itu juga masa tanam padi lebih cepat karena bio-slurry membantu pertumbuhan tanaman padi.
Pak Suyanto juga mengatakan bahwa sejak menggunakan bio-slurry, saat ini ia dapat menanam dan memanen padi di sawahnya sebanyak 3 kali dalam setahun. Foto di atas menunjukkan sawah Pak Suyanto tampak di sebelah kiri gambar yang terlihat lebih subur dibandingkan padi di lahan sawah tetangganya yang menggunakan pupuk biasa dan pestisida bukan dari bio-slurry.
Dari kunjungan saya ke Pak Suyanto, saya bisa menyaksikan secara langsung bagaimana ia mendapatkan manfaat dari penggunaan biogas, mulai dari kompor dengan bahan bakar biogas di dapurnya hingga biaya yang mampu ia hemat dengan menggunakan bio-slurry di lahan sawahnya daripada membeli pupuk kimiawi. Pak Suyanto telah menggunakan biogas hanya dalam waktu kurang dari satu tahun dan sejauh ini ia telah mendapatkan berbagai manfaatnya. (Rae Nuss-Suharto)