Belajar Biogas dari Peternak Sapi Depok
FIN.CO.ID – Biogas, Solusi Jitu Pengganti Elpiji
Di saat kelangkaan elpiji melanda, warga resah. Namun, ada sejumlah warga yang tidak peduli berapapun kenaikan harga atau kelangkaan gas biru itu di pasaran. Seperti peternakan sapi di Depok yang menggunakan kotoran sapi sebagai pengganti gas melon.
TOGAR HARAHAP-Depok
Wangi bawang yang sedang digoreng menyeruak menusuk hidung hingga isi lambung. Bau yang menggetarkan perut itu berasal dari dapur sebuah gubuk kecil tak jauh dari kandang Peternakan Sapi Pondok Pesantren Assyafaat, Kelurahan Sawangan Baru, Kota Depok, Jawa Barat.
Dari dalam gubuk, Wahyudi (38) terlihat sibuk menyiapkan lauk untuk sarapan pagi pekerja di peternakan. Ala kadarnya, menu masakan yang ia buat hanya telur dadar dan tumis pakcoy.
Sudah empat telur yang dimasukkanya ke dalam wajan. Masih ada empat butir lagi yang belum diceploskan. Setelah matang, dadar berukuran jumbo dibaginya menjadi lima bagian kecil. Belum cukup untuk 12 pekerja peternakan yang akan tiba beberapa jam lagi.
Tiba-tiba “Bleppp…” bunyi kompor meletup kecil. Tak lama kemudian, api biru dari kompor gas mati. Sembari memeriksa selang, Wahyudin mencoba menghidupkan kompor. Gagal, tak ada bunyi gas.
“Bang…bang Jahriman, biogasnya habis ya,” panggil Wahyudin kepada seseorang di luar gubuk. Sosok tambun yang dipanggilnya muncul dari rimbunan pohon pepaya lalu mendekat ke arah dapur.
Ia adalah Jahriman, pekerja paling senior di peternakan tersebut. Tangannya mengenggam seikat Pakcoy dari halaman belakang. Sesekali, ia membenarkan peci bulat. “Semalem perasaan masih ada kok din, elu cek dulu deh selangnya,” timpal Jahriman sembari mencuci Pakcoy, hasil panennya tersebut.
“Oh..iya, agak longgar bang, gue benerin dulu,” balasnya. Baut yang tertempel ke kompor ia rekatkan kembali. Tak lama kemudian, kompor kembali hidup. Udin pun kembali mengerjakan aktivitasnya.
GAS GRATIS: Wahyudi tengah memasak sarapan pagi dari biogas di gubuk Peternakan Sapi, Ponpes Assyafaat, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Senin (22/7). Tim Rumah Energi menunjukkan proses gas metan hasil biogas mengalir ke kompor. (TOGAR HARAHAP/FIN)
Lebaran Idul Adha tinggal tiga pekan lagi. Semua pegawai bekerja hingga lembur. Maklum, ratusan ekor sapi di sana harus kelihatan sehat. Mulai dari makanan hingga perawatan menjadi rutinitas. Termasuk kebersihan kandang. Kotoran-kotoran sapi pun tak luput harus masuk ke reaktor biogas. Berkilo-kilo beratnya. Busuk namun berguna.
Ya, gas yang menghidupkan api kompor berasal dari kotoran sapi dari dalam reaktor. Reaktor yang berisi ratusan kilogram kotoran hewan itu membentuk gas metan yang kemudian disalurkan lewat selang menuju kompor gas.
Jarak antara reaktor dan gas hanya 10 meter. Ada lima kompor telah tersambung dengan reaktor biogas yang dibangun lewat program Biru (Biogas Rumah) milik lembaga energi terbarukan, Rumah Energi.
Senin (22/7) siang, sejumlah tim Rumah Energi bersama rombongan mendatangi peternakan tersebut. Agendanya mengenalkan sejumlah penggiat lingkungan yang ikut tentang sistem Biru. Mulai dari memasukkan ke kotoran hewan ke dalam reaktor.
Dalam kesempatan tersebut, Marketing Promotion Officer Rumah EnergiErni Hartini menerangkan, reaktor di Peternakan Assyafaat menggunakan reaktor biogas berukuran 300 Kg. Setiap harinya, para pekerja memasukkan 100 hingga 120 Kg kotoran hewan ke dalam bak penampung. Reaktornya pun terpendam ke dalam tanah.
“Satu ekor sapi menghasilkan 10 Kg kotoran hewan, sebenarnya kotoran manusia bisa menghasilkan metan, namun butuh yang besar,” jelasnya.
Teknologi reaktor Biru adalah reaktor kubah beton (fixed-dome) yang diadaptasi dari sistem yang telah digunakan di negara lain seperti Banglades, Kamboja, Laos, Pakistan, Nepal dan Vietnam.
Reaktor kubah beton ini terbuat dari batu-bata dan beton yang tertutup di bawah tanah. “Sistem ini terbukti aman bagi lingkungan dan berfungsi sebgai sumber energi yang bersih. Selain itu, sistem ini juga mengurangi bau,” jelas Erni.
Bangunan kubah beton biogas milik Assyafaat dapat bertahan minimal 15 tahun dengan penggunaan dan perawatan yang cermat dan benar. Perawatannya mudah, hanya membutuhkan pemeriksaan sesekali. “Rumah Energi memilih peternakan sapi karena pasokannya (kotoran hewan) cukup agar reaktor dapat memproduksi gas,” jelasnya.
Setelah gas metan tersalurkan, kotoran tidak mengandung gas akan mengendap. Endapan itu disebut biosluri. Endapan itu tidak berbau dan warnanya kehitaman. “Biosluri itu kemjdian dijadikan pupuk dan media pembiakan cacing,” ujar Erni yang kemudian dibenarkan oleh Wahyudi.
Ia mengatakan, biosluri menjadi pupuk utama semua sayur mayur di sekitar peternakan. ” Tidak ada pemupukan pakai kimiawi lagi, semua pakai bioslurri,” kata Wahyudin menegaskan.
Wahyudi mengatakan, peternakan ini sudah menggunakan biogas sejak tahun 2010. Ia kini tidak lagi membutuhkan LPG produk Pertamina, karena telah memiliki reaktor biogas, yang mengubah kotoran sapi menjadi gas untuk kebutuhan dapur rumahnya.
Sebelum memiliki reaktor biogas ini, biasanya Wahyudi membutuhkan 12 tabung gas 3 kilogram setiap bulannya. Kini peternakan itu bisa memenuhi kebutuhan gas itu secara gratis. ” Jadi nggak pakai elpiji lagi,” papar Wahyudi.
Karena biogas tersebut, peternakan tersebut pernah meraih juara pertama inovasi peternakan se-Kota Depok.
Selain di peternakan, Wahyudi juga menggunakan Biomuri di rumahnya. Biomuri adalah singkatan dari Biogas Rumah Reaktor Mini. Ukuranya lebih kecil.
Kapasitasnya hanya 750 liter atau 10 kali lebih kecil dari reaktor di peternakan. Cara kerjanya pun sama dan menghasilkan gas metan. ” Isinya hanya sampah rumah tangga, daripada dibuang lebih baik saya masukkan ke dalam biomuri,” ujar Wahyudin.
Sudah lima bulan yang lalu, Biomuri terpasang di beranda depan Rumah Wahyudin yang berjarak hanya 500 meter dari peternakan.
Biomuri sangat tepat diterapkan bagi masyarakat di kawasan ibu kota. Asal mereka rutin memasok sampah, gas metan dalam beberapa jam akan dihasilkan. Kekurangannya adalah karena tidak praktis dan membutuhkan investasi awal cukup besar bagi peminarnya. Namun, potensinya luar biasa untuk mengurangi emisi yang mengancam bumi kita. (*/fin/tgr)
Sumber: https://fin.co.id/2019/07/23/belajar-biogas-dari-peternak-sapi-depok/