Pendampingan Rumah Energi di DAS Sungai Cibereum
17 Januari 2020 – Sungai Cibereum merupakan salah satu sungai penting sebagai pemasok air baku bagi Kota Bandung yang memiliki panjang hingga 12 km. Menurut data dari Perushaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wening, dalam kondisi normal, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cibereum mampu menghasilkan 100 liter air per detik.[1] Hulu Sungai Cibereum berada di dua wilayah desa; Desa Sukajaya, Kecamatan Lembang dan Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong yang keduanya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat.
Sayangnya, ditemukan adanya pencemaran limbah peternakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cibereum yang sangat tinggi. Hal ini lantaran DAS Cibereum dikelilingi oleh peternak sapi yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai pemanfaatan limbah organik kotoran hewan ternak. Populasi sapi perah di dua desa tersebut terbilang padat, dengan estimasi melebihi angka 1.000 ekor[2]. Masyarakat dengan minim pengetahuan terbiasa membuang limbah kotoran hewannya ke aliran sungai yang menyebabkan tingginya polutan dan mengakibatkan sedimentasi. Sedangkan limbah kotoran hewan merupakan potensi besar untuk dimanfaatkan kembali menjadi berkah dengan biogas.
Tak hanya masalah sungai yang tercemar, kondisi masyarakat peternak di DAS Cibereum turut memprihatinkan. Dengan tingginya konnsumsi energi masyarakat ternak diikuti menurunnya ketersedian lahan hijau demi pemenuhan kebutuhan pakan sapi mempersulit masyarakat dalam usaha keluar dari cengkeraman kemiskinan. Salah satu faktornya yakni perkembangan properti dan pemukiman di wilayah Kecamatan Lembang dan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, telah menggusur ketersedian lahan hijau bagi pakan sapi. Para peternak harus mengeluarkan uang lebih untuk keberlangsungan peternakan sapi mereka dengan menggantikan pakan hijau sapi dengan ampas tahu atau singkong.. Tentunya hal ini semakin menyulitkan peternak dalam menyisihkan pendapatan rumah tangga mereka untuk kebutuhan lainnya.
Hingga saat ini peemakaian gas LPG di kalangan masyarakat sapi perah masih terhitung tinggi yang digunakan untuk keperluan memasak dan pengurusan sapi perah. Hasil survey menunjukan bahwa rata-rata rumah tangga peternak menghabiskan lima tabung gas berisi tiga kilogram per bulannya.[3] Nyatanya, masyarakat Desa Cihideung dan Desa Sukajaya telah mengenal biogas sejak awal tahun 2000-an, Namun teknologi biogas yang dikenalkan terhadap masyarakat tidak memiliki standarisasi yang jelas dan memiliki durabilitas paling lama hanya berfungsi satu tahun. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap instalasi biogas.
Di sisi lain, Desa Sukajaya dan Desa Cihideung merupakan sentra budidaya bunga hias. Kebutuhan pupuk kandang untuk menopang kegiatan usaha tersebut masih bergantung pada kotoran ayam yang dipasok dari luar daerah. Begitu pun dengan kegiatan holtikurtur yang masih mengandalkan pupuk kotoran ayam. Berlimpahnya kotoran hewan seharusnya dapat diolah kembali menjadi pupuk yang bisa menjadi sumber pendapatan tambahan para peternak. Namun, ketidaktahuan mereka mengenai proses pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk menjadikan kotoran ternak tidak termanfaatkan dengan baik dan menjadi sumber pencemaran bagi Sungai Cibereum.Dalam upaya menanggulangi masalah cemaran sungai dan memaksimalkan pemanfaatan limbah ternak bagi kesejahteraan lingkungan dan masyarakat, Rumah Energi dan Perum Jasa Tirta II melaksanakan program singkat selama tiga bulan untuk mengurangi cemaran limbah sungai dengan pendekatan pengelolaan limbah ternak terintegrasi dan berkelanjutan bagi kesejahteraan lingkungan dan masyarakat.
Dalam rentang waktu Oktober – Desember 2019, kegiatan bersifat infrastruktur seperti pembangunan reaktor biogas, pembangunan instalasi produksi pupuk organik, pembangunan sarana budidaya cacing, dan pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)sederhana telah terlaksana dengan baik. Kemudian, untuk kegiatan pendampingan masyarakat seperti peningkatan kesadaran lingkungan, pelatihan pengelolaan limbah, penguatan kelembagaan kelompok, dan pelatihan kewirausahaan, juga telah dilaksanakan. Pendekatan pembangunan yang bersifat infrastruktur dan pendampingan diadaptasikan dengan kearifan lokal yang ada dan dengan partisipasi aktif dari para peternak.
Pelaksanaan program telah mendorong terbentuknya Kelompok Obor Desa yang hingga saat ini beranggotakan sembilan orang. Anggota Obor Desa berasal dari perwakilan empat kelompok ternak yang ada di wilayah Desa Cihideung dan Desa Sukajaya. Para anggota juga mewakili dua koperasi ternak di wilayah Bandung Utara; Koperasi Peternak Bandung Utara (KPSBU) dan Koperasi Puspa Mekar.
Berdirinya Obor Desa dimaksudkan sebagai inisiasi pendekatan pengelolaan limbah peternakan yang melibatkan gabungan kelompok ternak. Hal ini diamini oleh Mahmud selaku penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Barat. Ia menjelaskan: “Dalam melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pengelolaan limbah dan kesejahteraan peternak, akan sangat sulit tercapai jika pendekatannya hanya sebatas pada kelompok ternak yang dibatasi oleh letak wilayah dan keanggotaan koperasi induk. Obor Desa sebagai entitas baru perkumpulan beberapa kelompok ternak diharapkan dapat menjadi simpul pemersatu peternak dalam upaya meningkatkan kesejahteraan alam dan peternak.”
Dalam rentang waktu tiga bulan, Obor Desa telah menunjukan keberhasilannya. Saat ini, tercatat 1.700 kg kotoran sapi dimanfaatkan untuk kegiatan pengisian reaktor biogas, pakan cacing, dan pembuatan kompos organik. Serapan kotoran sapi diharapkan akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya usaha budidaya cacing dan pupuk kompos yang dilaksanakan oleh anggota. Saat ini, beberapa peternak juga sudah menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Obor Desa.
Kegiatan usaha budidaya cacing dan pembuatan pupuk kompos diprediksi dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga peternak hingga 25% – 30%. Periode panen raya cacing anggota akan dilaksanakan pada awal Februari 2020 nanti. Selain itu, manfaat lain dari program adalah telah berfungsinya instalasi biogas secara optimal sehingga memberikan akses energi gratis bagi masyarakat peternak.
Dalam pertemuan rutin kelompok, salah satu anggota Obor Desa, Een Hernawati berkelakar: “Saat ini, kompor LPG milik saya sudah dipensiunkan. Pasokan gas yang dihasilkan oleh reaktor biogas lebih dari cukup untuk memenuhi kebuthan harian rumah tangga dan pengurusan sapi.”
Keberhasilan Obor Desa tentu tidak lepas dari strategi Rumah Energi dalam mendampingi masyarakat binaannya. Setidaknya ada empat kunci utama starategi pendampingan yang diterapkan oleh Rumah Energi dalam menghantarkan keberhasilan Obor Desa:
1. Pengarusutamaan gender dalam program
Rumah Energi memiliki pengalaman panjang dalam pendampingan masyarakat peternak sapi perah. Rumah Energi menemukan salah satu kendala program pengembangan di masyarakat peternak sapi perah adalah masih adanya ketimpangan gender terhadap akses pekerjaan atau pendapatan dan pengelolaan serta kepemilikan asset dalam rumah tangga peternak. Lazim dalam keluarga peternak sapi perah semua anggota keluarga menggantungkan pendapatannya dari kegiatan pemerahan susu. Peran laki-laki (ayah) paling dominan dalam mengambil keputusan dan pelaksanaan tata kelola ternak. Perempuan dan anak muda biasanya hanya membantu peran laki-laki seperti memandikan, memerah, dan mengantarkan hasil perahan terhad ap kolektor. Peran perempuan dan pemuda yang hanya bersifat pembantu tidak memiliki kuasa atas pendapatan yang didapatkan.[4]
Kegiatan budidaya cacing dan usaha pupuk kompos telah memberikan pekerjaan baru bagi keluarga peternak. Dalam pelaksanaan pekerjaan baru tersebut, Rumah Energi mendorong para perempuan dan pemuda untuk mengambil kontrol terhadap peluang pendapatan tambahan bagi keluarga dan akses untuk kemandirian bagi mereka. Pembagian peran dan tanggung jawab dalam pekerjaan telah berhasil memaksimalkan pendapatan bagi keluarga.
2. Keterlibatan para pihak terkait
Dimulai dari tahun 2009, Rumah Energi di Jawa Barat telah melaksanakan beberapa program pendampingan masyarakat untuk mendukung tujuan pemerintah dalam pencapaian energi terbarukan, pengembangan pertanian organik, pengelolaan limbah, dan pengembangan sumberdaya manusia. Hubungan baik Rumah Energi dengan berbagai pihak seperti lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan komunitas masyarakat, memudahkan koordinasi Rumah Energi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.
Salah satu bentuk kerjasama antar pihak dalam pendampingan Obor Desa diwujudkan dalam kerjasama Rumah Energi dan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Jawa Barat untuk sertifikasi organik produk pupuk buatan Obor Desa. Saat ini, produk pupuk obor desa telah tersertifikasi organik dengan nomor: 511-INOFICE/LSO-003-IDN/12/19.
3. Kaderisasi fasilitator lokal untuk penyebaran pengetahuan
Dalam setiap kegiatan program di Jawa Barat, Rumah Energi selalu berupaya meningkatkan kapasitas fasilitasi para penerima manfaat. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendukung penyebarluasan pengetahuan antar petani/peternak oleh fasilitator lokal. Rumah Energi percaya bahwa tingkat keberhasilan dalam proses komunikasi akan mudah tercapai jika dilakukan antar petani/peternak.
Hasilnya, Obor Desa telah dipercaya oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Cimenyan, Kabupaten Bandung, sebagai pendamping dalam pengembangan budidaya cacing di wilayah tersebut. Kemudian, Obor Desa juga telah menjalin kerjasama dengan Departemen Pendidikan Masyarakat, Universitas Pendidikan Indonesia dalam pengembangan kapasitas peternak di Kampung Kancah, Desa Cihideung, Kabupaten Bandung Barat.
4. Pengembangan jaringan pemasaran produk
Dalam kegiatan pemasaran produk cacing, Obor Desa saat ini telah berafiliasi pemasaran dengan kelompok pembudidaya cacing Padamukti yang juga merupakan binaan Rumah Energi. Afiliasi usaha kelompok ini dilakukan untuk mengatur rantai pasok cacing di antara kelompok binaan Rumah Energi dan plasma pembudidaya lain yang telah dikembangkan oleh kelompok sendiri. Untuk produk pupuk, meski diproyeksikan untuk memasok kebutuhan pasar lokal, saat ini telah ada kerjasama untuk pasokan pupuk kascing sebanyak 1.5 ton per bulan ke Botani Mart, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Program pendampingan Rumah Energi terhadap kelompok Obor Desa telah selesai per Desember 2019. Obor Desa masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan dalam beberapa aspek. Pengawasan dan pendampingan lanjutan bagi Obor Desa sangat diharapkan dari berbagai pihak seperti pemerintah daerah, pihak koperasi, dan pihak lain yang dapat membantu keberlangsungan dan perkembangan Obor Desa ke depan.
Sebagai ringkasan, Rumah Energi percaya bahwa model pendampingan yang telah dilaksanakan terhadap Obor Desa mampu berkontribusi positif terhadap target capaian pemerintah untuk Program Nasional Citarum Harum. Rumah Energi siap bermitra dengan semua pihak untuk agenda perluasan jangkauan penerima manfaat dan penerapan model pendampingan yang telah dilaksanakan terhadap Obor Desa.
[1] https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4770347/pasokan-air-bersih-pdam-kota-bandung-hanya-cukup-untuk-2-minggu
[2] Wawancara dengan Dede Koswara, menghitung estimasi dari jumlah kelompok di Desa Sukajaya dan Cihideung. Menurut Dede Koswara Data tepat bisa diminta di KPSBU dan Buku RAT Tahunan.
[3] Data Collection Project PJT II Phase III
[4] Data merujuk pada GALS Monitoring GADING Project