Kotoran Hewan Yang Bermasalah, Sekarang Solusi Untuk Perjuangan Ekonomi
“Selama pandemi Covid-19 semua orang terpengaruh, termasuk bisnis kecil saya. Penjualan [Cendol, makanan penutup es manis berisi tetesan jeli tepung beras hijau, santan, dan sirup gula aren] berkurang signifikan. Biasanya saya bisa mendapatkan Rp400.000,- hingga Rp500.000,- per hari, sekarang hanya Rp150.000,- hingga Rp200.000,-”.
Bisnis yang bau
Wahyu Kundari, 38, dulu menghabiskan cukup banyak uang untuk membeli elpiji. Dia perlu mengganti tabung LPG setiap satu atau dua hari untuk kebutuhan usahanya. Tapi, sejak dia memasang bio digester dia menggunakan satu tabung ukuran 3 kg selama 4 sampai 5 hari.
Kendati demikian, biaya LPG bukanlah alasan utama Wahyu berinvestasi di biogas, justru bau kotoran sapi yang mengganggu tetangganya. Selama musim hujan, antara bulan September dan Maret, saluran pembuangan meluap dan baunya paling buruk. Pada saat itulah, suatu saat di tahun 2018, Pak Sarno memperkenalkan biogas pada Wahyu. Ketua kelompok tani mengatakan kepada Wahyu bahwa teknologi tersebut dapat mengurangi limbah kotoran sapi dan gasnya dapat digunakan untuk memasak, termasuk agar-agar tepung beras hijau, santan dan gula aren yang Wahyu gunakan untuk membuat Cendol tersebut.
Wahyu pun cepat yakin, apalagi saat mengetahui biogas tersebut akan didanai oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten (DLHK) Luwu Utara, tempat Wahyu tinggal bersama suami dan anaknya. Ia hanya harus membayar makan dan minum para tukang serta biaya penggalian lubang. Totalnya mencapai sekitar Rp800.000,-.
Penemuan penggunaan biogas lainnya
Sejak itu, Wahyu semakin banyak menggunakan biodigester yaitu bio-slurry. Pupuk tersebut sangat cocok untuk menumbuhkan tanaman kakaonya. Itu telah meningkatkan kualitas perkebunannya, kata Wahyu. “Kadang tetangga minta bio-slurry” tambahnya.
Beberapa tips bagus
Dulu para tetangga tidak senang dengan sapi Wahyu, tapi sekarang mereka menghargai hasil pertaniannya. “Dari waktu ke waktu, mereka bertanya kepada saya tentang biogas dan apakah bisa disambungkan ke rumah mereka. Tapi, itu tidak mungkin. Oleh karena itu, saya menghubungkan mereka dengan CPO yang membangung reaktor biogas untuk saya,” Dia menjelaskan. “Saya juga sampaikan kepada mereka lebih baik dikerjakan secara kolektif karena untuk membeli bahan dalam jumlah besar kemungkinan lebih murah,” tambah Wahyu.