Editors Meeting (2-habis) : Membangun Ketahanan Energi Dengan Biogas
JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Mengurangi ketergantungan terhadap energi bahan bakar konvensional dapat dilakukan dengan pemanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) rumahan. Salah satunya, mengembangkan teknologi Biogas Rumah (BIRU). “BIRU merupakan salah satu sumber EBT yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ditujukan kepada masyarakat lokal melalui pengembangan sektor yang mandiri dan berorientasi pasar,” kata Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andriah Feby Misna saat Editor Meeting di Jakarta, Senin (19/11).
Editor Meeting membicarakan upaya mendorong peran sektor biogas rumah dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Pembicara lainya Executive Director of Rumah Energi Lina M. Moeis Technical Specialist Rumah Energi Agung Lenggono, dan CEO of Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro.
Menurut Feby, definisi biogas merupakan salah satu bentuk bioenergi dalam fasa gas yang dihasilkan dari proses fermentasi atau dekomposisi bahan organik dalam kondisi anaerob (kedap udara) dengan bantuan bakteri methanogenic, seperti kotoran ternak, limbah cair industri pertanian dan perkebunan.
Penggunaan limbah menjadi bahan baku biogas, kata Feby, menjadi salah satu keunggulannya adalah bahan bakunya bisa berupa kotoran binatang (bebek, sapi, ayam, kerbau, gajah, kambing) , tumbuh-tumbuhan (jerami padi, gandum, eceng gondok, batang jagung) bahkan ampas tahu. Sehingga limbah tidak percuma sebaliknya menjadi berkah bagi masyarakat sekitar karena mendapat gas gratis untuk penggunaan sehari-hari. “Program ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan limbah ternak, khususnya manure dengan memanfaatkannya menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi,” kata Feby.
Feby mengatakan, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari program biogas rumah ini.
Keuntungan biogas rumah ini jelas Feby, banyak sekali seperti gas gratis setiap hari, gas aman bagi pengguna, jaminan nyala api berwarna biru, dapur bersih dan bebas asap. Program ini mewujudkan pengelolaan limbah ternak terpadu, produktif, energi, air dan lingkungan bersih.
Singkatnya, kata Feby, biogas menghasilkan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, energi bersih yang terbarukan dan ramah lingkungan, dapat dibakar dengan nyala api biru dan tidak menimbulkan asap, serta menghasilkan lebih besar energi panas dibandingkan minyak tanah dan kayu.
Swjauh ini, jelas Feby, program pemanfaatan biogas meliputi biogas rumah tangga, komunal, dan skala industri. Namun upaya pengembangannya dihadapkan pada tantangan seperti tidak adanya pendanaan dari APBN dan donor untuk mendukung program biogas. Selain itu, rendahnya koordinasi antar kementerian atau lembaga terkait, belum terintegrasi dengan program produktif lainnya, serta pemanfaatan biogas yang terbangun tidak berkelanjutan.
Yang sudah dilakukan selama ini, kata dia, program biogas dapat memanfaatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Kerjasama Kementerian ESDM dengan Pemerintah Belanda melalui Hivos. Khusus pembangun reaktor biogas skala rumah tangga, selain dapat dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan, bio-slurry yang dihasilkan dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Menurut Feby, pemerintah telah menjadikan Program Biogas sebagai prioritas nasional, dan berharap mendapatkan dukungan semua sektor. Pemerintah juga sudah membentuk tim yang melibatkan KESDM, Bappenas, Kemenko bidang Perekonomian, Kemenko bidang Kemaritiman, KLHK, Kementan, Kemendes PDT&T, Kemensos, Kemenkop dan UKM.
Feby berharap, sinkronisasi data atas semua program biogas dapat segera berjalan, baik melalui Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, organisasi masyarakat dan pihak swasta. Sinkronisasi data potensi dan calon pengguna biogas antar lintas sektor, jelas Feby, membuat program biogas nantinya terintegrasi dari hulu-hilir. (terintegrasi dengan program produktif yang lain). (son)